Sponsored by :

Minggu, Juni 30, 2013

Jalur sesat menuju Ngadirejo

 
Apabila cuaca cerah, di lereng pegunungan Tengger yang berada di barat Leces tampak deretan rumah yang rapi dari sebuah kampung.
Sudah lama punya keinginan untuk mengunjungi desa di ketinggian sekitar 1500 M.DPL itu, apalagi saat erupsi Bromo dua tahun lalu, kampung ini termasuk daerah terdampak yang paling parah.
Pe-mancalan dimulai dari Cemorolawang, sambil melakukan aklimatisasi maupun pengkondisian tubuh agar siap diajak melahap rute yang akan dilalui dan lupa, awali perjalanan selalu dengan Ber-Doa..
Darisini, perjalanan dilanjutkan ke arah bukit Mentigan, dengan menyusuri jalur kendaraan yang akan menuju ke Hotel Lava View ataupun pos BMG.
Tanjakan yang rada-rada lumayan ini ter-slimurkan oleh pemandangan di sekitar kaldera Bromo yang amat aduhai.
Kendati jarak tak lebih dari 2 KM, namun efek ketinggian dan tanjakan membuat nafas ngos-ngosan.
Jurus pura-pura mengambil foto menjadi pilihan agar bisa bernafas dan sedikit menghela nafas dan membasahi tenggorokan yang mulai mengering.
Selanjutnya perjalanan menujuk ke Pusung Linger yang tepat dibawahnya terdapat setapak jalan yang biasanya dipergunakan warga Ngadirejo jika akan menuju Bromo.
Jangan harap ada kendaraan yang bisa lewat sini paling tidak hingga tulisan ini dimuat (gayane koyok wartawan koran), karena selama ini yang bisa melalui jalur ini hanya pejalan kaki serta kuda, dan sekarang ditambah lagi dengan SEPEDA.
Tak ada tanda-tanda kehidupan kecuali beberapa lereng yang ditanami kentang dan bawang prei namun kurang terawat karena ditumbuhi ilalang. bisa dimaklumi karena sulitnya transportasi.
Ekstra waspada, selain dikarenakan kiri kanan adalah jurang yang lumayan dalam, terkadang juga jalan yang dilalui terputus, karena memang ini adalah jalur air.
Praktis, sepanjang perjalanan dari Cemorolawang ke Ngadirejo hanya menemukan 1 buah rumah tapi tak tahu apakah berpenghuni atau tidak.
Pintu masuk ke desa Ngadirejo diawali jalan beraspal selebar 2 meter meskipun tak terlalu mulus.
Setelah ini kita melewati deretan rumah yang selama ini tampak dari Leces itu.


Istirahat sejenak di sebuah warung untuk mengisi bidon serta menikmati rujak yang ternyata nikmatnya Ruarrr Biasa (karena lapar kaleee.....)
Selanjutnya ditengah desa ada belok kanan maka diketemukan jalan tanah dan berbatu, berkelok-kelok dan menurun tajam.
Rasa was-was menghampiri, karena tujuan kita selanjutnya ada di Cemoro Telu yang ketinggiannya mirip dengan Ngadirejo.
Benar juga, setelah sampai di sungai, maka jalur selanjutnya adalah Tanjakan. Namun yang sedikit menyenangkan adalah jalurnya cukup lebar.
Model turun naik seperti ini harus dilalui sebanyak 3 kali karena memang ada 3 bukit yang harus dijelajahi salah satunya adalah Pusung Cilik dan yang cukup mendebarkan adalah jalan yang dilalui cukup sempit dan mulai licin karena gerimis sampai akhirnya tiba di Cemoro Telu.
Jalannya memang cukup lebar, namun batu-batu besar jadi tantangan buat ban, karena jalur ini harus dilalui dengan speed cukup tinggi karena memang kemiringannya lumayan tajam.
Kekhawatiran pun terbukti setelah masuk ke wilayah Jurang Prau, 1 sepeda harus turun ban, karena kempes.
Dari Jurang Prau dilanjutkan menuju ke Pancen, Putus sampai akhirnya masuk ke jalan besar di sekitar desa Sapikerep.
Selanjutnya, jalan aspal mulus menurun tajam hingga ke Sukapura untuk mengistirahatkan kampas rem dan jari-jari yang mulai pegal-pegal.
Kemudian jalanan aspal mulus masih menemani sampai ke Patalan, dan dilanjutkan dengan jalan desa hingga ke Leces.
Praktis perjalanan dari Cemorolawang ke Leces membutuhkan waktu hampir 6 jam.


Tidak ada komentar: