Sponsored by :

Senin, Oktober 14, 2013

Angin Mamiri menyerbu Bromo

Walau musim kemarau sudah dipenghujung, tak sedikitpun menyurutkan niat para Goweser dari Komunitas Sepeda Maminasata (KOSEMA) Sulawesi Selatan untuk berkunjung ke surganya para goweser di Bromo.
Awalnya tak sampai 10 orang, namun akhirnya berkembang menjadi 26 orang peserta yang siap di Wisma Anna milik Pak Santriman pada Jumat 11 Oktober 2013.
Jauh-jauh menggunakan pesawat terbang, mereka datang ke Bromo, tentu saja akan diliwatkan dengan penjelajahan yang akan sangat menguras tenaga.
Di hari pertama tgl 12 Oktober 2013, melalui jalur tawaf tentu saja pada musim kemarau seperti sekarang, pasir yang biasanya padat dimusim hujan berubah jadi jebakan yang siap melahap ban sebesar apapun terutama pada saat menerima traksi tekanan saat awal melakukan putaran roda.
Namun, tekad juang yang diusung dari tanah Sulawesi bak semangat pelaut Bugis yang tak pantang menyerah untuk mengarungi lautan pasir hingga akhir.
Jalur Tawaf sepanjang 26 KM, yang biasanya dilalui hanya dalam 5-6 jam, kali itu harus dilibas mulai jam 6 pagi hingga finish jam 5 sore.
Hambatan pasir dan seringnya ber-Narsis ria memang berpengaruh banyak sehingga waktu tempuh menjadi panjang.

Hari pertama yang amat menguras tenaga inipun mereka lalui dengan ceria tanpa ada sedikitpun keluhan dari seluruh peserta.
Dan malam harinya, semua tertidur pulas untuk mempersiapkan diri pada rute hari kedua.



Dinihari minggu tgl 13 Oktober 2013 tepatnya pukul 4 pagi, 4 orang sudah harus mempersiapkan diri untuk mengawal mobil pembawa sepeda untuk menuju start di Argowulan.
Namun baru sampai di titik pandang Dingklik, mobil tak bisa melanjutkan perjalanan karena jalanan dipenuhi oleh kendaraan jip pengantar wisatawan untuk melihat Matahari Terbit.
Terpaksa, harus loading di tempat ini sambil menunggu evakuasi kendaraan berikutnya.
Namun karena hambatan di pintu masuk Lautan Pasir, rombongan yang direncanakan bisa start jam 7 pagi, ternyata baru bisa meluncur hampir pukul 10 siang.
Dari Argowulan perjalanan diawali menuju jalan setapak melewati bangunan milik BAIS yang terdapat tak jauh dari jalan raya.
Meskipun diawali dengan jalan menurun, hampir setengah kilometer, kemudian disapa dengan tanjakan mesra tak sampai 1 kilometer, melalui hutan yang lumayan padat hingga di Cokroniti, yang merupakan tempat persembahyangan tertinggi warga Tengger.

Selanjutnya jalanan single track ini terus berlanjut dengan elevasi menurun yang lumayan tajam.
Bersyukur, cuaca yang cerah membuat perjalanan ini sangat menyenangkan khususnya bagi penggemar fotografi, namun karena keterbatasan waktu akibat jadwal penerbangan, hasrat untuk ber-narsis ria harus diredam.
Perjalanan melalui punggungan bukit ini sedikit berbahaya di beberapa titik karena adanya lubang ditengah jalan serta lereng terjal yang ada dikiri kanan jalur.
Hingga sampai di dusun Sapengeluh, jalur jalan berubah menjadi jalan keras makadam dengan batu sebesar kepalan tangan sepanjang 7 KM, dengan elevasi turunan yang lumayan tajam.
Bagi para penikmat All Mountain, jalur ini seperti menemukan habitat aslinya untuk memaksimalkan kemampuan kinerja sepeda yang dimiliki.
Tak kurang perjalanan sepanjang lebih dari 19 KM akhirnya Finish di Sukapura 5 jam kemudian.






3 komentar:

Acok@MakassarDOTcityDOTkosema mengatakan...

nice story, see you all again at Bromo.



cheers.

gss-leces mengatakan...

trima kasih om Acok..
semoga kita bisa bertemu lagi di lain jalur dan track yang tak kalah menariknya

wisata pindul mengatakan...

kayanya seru tuh kang. kalo mau daftar jadi anggota gimana yah?