Sponsored by :

Selasa, Januari 18, 2011

Tak dinyana ke Menyono

Sabtu itu, kami hanya berencana untuk gowes santai dengan harapan sebelum jam 11 siang harus sudah sampai di rumah, karena ada anggota yang punya acara lain.
Maka ketika sudah terkumpul diantaranya Haji Joko, Arif, Djoko BS, Martono & Hudha mengawali gowes tanpa tujuan dengan santai sampai akhirnya tiba di pasar Bantaran.
Sempat berdebat diantara kami tentang arah yang dituju, namun seperti biasa siapa yang di-depan itu yang diikuti, sehingga akhirnya masuk ke desa Legundi, yang lumayan menanjak dan jalanan aspal berangsur menurun kualitasnya menjadi makadam.
Berhenti sebentar di Jembatan Legundi, sambil menikmati pemandangan dinding sungai yang terbuat dari batu padas alami yang mirip Grand Canyon, sambil menatap jalan di depan yang lumayan menanjak.
Perjalanan berlanjut sampai jalan aspal berganti menjadi jalanan tanah, dan tetap menanjak meski halus.
Beberapa warga yang kita temui sempat memperingatkan untuk tidak melanjutkan perjalanan, karena jembatan berikutnya yang biasa dilalui sudah raib terbawa banjir seminggu yang lalu.
Namun dengan alasan ingin melihat kondisinya perjalan terus berlanjut meski sempat was-was dan berdebat diantara kami selama diperjalanan.
Tibalah kita di sungai yang sudah tak ada jembatannya, padahal kedalaman sungai lebih dari 3 meter, ternyata besarnya air bah mampu menghanyutkan jembatan bambu sederhana yang pernah kita lalui beberapa waktu yang lalu.
Berhenti cukup lama untuk melihat situasi, dan ternyata penduduk lokal memberi contoh dengan menyeberangkan 2 ekor sapinya melalui batu-batu yang menyembul diantara derasnya air sungai yang kali ini tak terlalu dalam karena beberaoa hari belakangan curah hujan sudah mulai menurun.
Dengan dibantu seorang sukarelawan, kita berhasil menyeberangi halangan pertama ini dengan mulus meski agak memakan waktu.
Jalur off road yang terus menanjak melalui dusun Tancak, Jrebeng hingga akhirnya masuk ke desa Menyono yang biasanya kering dikala kemarau, saat ini tampak hijau dengan tanaman padi di sawah tadah hujan yang menjadi andalan penghasilan masyarakat sekitar.
Dipuncak tertinggi jalur yang kami lalui terdapat pertigaan jalan yang mulus beraspal membentang, menghubungkan Desa Kuripan dan Desa Patalan.
Praktis setelah dari puncak ini, jalanan hanyalah uji nyali menurun dan berkelok-kelok tajam dengan kecepatan maksimum bisa mencapai 50KM/jam.
Namun kecepatan ini sempat terhenti di sebuah jembatan besar yang menghubungkan Desa Menyono dengan Desa Patalan, yang ternyata telah mengalami kerusakan cukup parah sehingga tiang beton penyangga konstruksi jembatan dengan bentang lebih dari 30 meter ini hilang diterjang banjir seminggu yang lalu.
Praktis untuk kendaraan roda empat harus berputar lewat Kuripan yang jaraknya lebih dari 5 KM.
Track kali ini sangat variativ untuk jalur cross country dengan tanjakan, turunan, single track, off road dan on road yang silih berganti menyapa, serta tak lupa menyebrang sungai jadi pengalaman yang indah.
37 KM full pengalaman baru.

2 komentar:

koleksi kami mengatakan...

wah kalau sudah hobi bersepeda pasti seru ya, melewati jalan2 baru sambil menikmati pemandangan indah. salam kenal dari kami

gss-leces mengatakan...

terima kasih sudah berkenan mampir...